2008/11/14

Tercecer diantara Adipura

Tercecer diantara Adipura

Bila saja kita mendengar kata-kata sampah, apakah itu sampah organik, unorganik atau sampah masyarakat, mungkin akan tergambar didalam benak kita sesuatu yang kotor, menjijikan, dan penuh dengan kuman-kuman penyakit. Namun tidak demikian halnya bagi seorang ibu rumah tangga yang tinggal di ujung pelantar, di sudut Tanjung Unggat.

Bagi wanita paroh baya ini, sampah sesuatu yang dapat mendatangkan penghasilan lumayan, jika dijadikan suatu benda yang berarti, misalnya hiasan meja, vas bunga dan bentuk-bentuk prakarya unik lainnya. Sebut saja ibu Aulia, yang sehari-hari menekuni kegiatan merangkai hiasan rumah tangga berbahan baku dari sampah, yang hanyut dibawa oleh air pasang surut, di serambi rumahnya.

Rumah milik ibu Aulia beratapkan rumbia, bertiang kayu dan berdinding papan itu dijadikannya, tempat menunggu datangnya sampah pembungkus makanan ringan yang biasanya dimakan oleh anak-anak. Pelastik pembungkus tersebut usai dikaitnya dari dalam air, dengan menggunkan sebilah kayu yang ujungnya diikat sejengkal kawat bengkok.

Dengan alat itu ibu Aulia mengumpulkan pembungkus makanan ringan, untuk selanjutnya plastik itu dibilasnya dengan menggunakan air tawar agar garam yang mengandung dalam air laut tidak turut bersama. Proses selanjutnya plastik itu, dijemur di bawah sinar matahari, dengan tujuan agar kering dan mudah untuk dipilin-pilin menjadi lipatan yang kecil.

Dengan sabar, satu demi satu plasatik itu dikumpulkannya, setelah kombinasi warna dan jumlahnya cukup untuk dibentuk menjadi sesuatu benda, seperti vas bunga, yang berbentuk guci, buah nenas, buah labu dan lain sebagainya. Setelah proses ini selesai, proses selajutnya, pada malam harinya ibu Aulia, yang dibantu oleh seorang anak daranya yang bernama Anisah, merajut plastik bekas makanan ringan itu untuk dijadikan perlengkapan rumah tangga, penganturan kombinasi warna, antara satu dengan yang lain, sehingga menjadi diaroma, perhiasan rumah tangga yang elok dipandang mata.

Untuk mengerjakan sebuah karya seni yang berasal dari sampah itu, memerlukan waktu antara 5 hari sampai dengan satu minggu, dan tergantung dari tingkat kerumitan dan bentuk yang dikerjakan, dan sebuah hasil karya ibu Aulia, yang berbahan dasar plastik bekas makan ringan itu dihargai antara Rp. 35.000,- sampai dengan Rp.50.000,-,

Masalah pemasaran, untuk saat ini bagi ibu Aulia tidak menjadi masalah lagi, karena pihak Kantor Kelurahan Tanjung Unggat dan beberapa dinas instansi, sudah mendengar dan mengenal hasil karya tangan ibu Aulia, yang pernah mengikuti pameran yang diprakasai oleh ibu-ibu PKK Kelurahan Tanjung Unggat, maupun Kecamatan Bukit Bestari.

Sampai sejauh ini perhatian maupun peningkatan keterampilan ibu Aulia, dari pemerintah Kota Tanjungpinang belum tersentuh sama sekali, karena ilmu yang didapatnya untuk menjalin plastik bekas itu tidak diperolehnya dari pemerintah Kota Tanjungpinang, namun ilmu yang dibawa dari Guntung Kebaputen Karimun. Dikarenakan desakan ekonomi keluarga, maka ibu Aulia berbuat untuk meningkat ekonomi keluarga.

Bahkan untuk saat ini, dikarenakan kepiawaiannya merangkai plastik bekas itu, pihak Kelurahan Tanjung Unggut meminta kepada dirinya untuk melatih sebagian ibu-ibu yang berdomisili di Kelurahan tersebut. Ibu tiga anak itu, tidak mengharap banyak dari pemerintah, hasil karyanya dibeli orang saja sudah cukup, apalagi kalau diberi pinjaman lunak untuk menghasilkan karya-karya yang lebih bagus lagi, ah… tapi itu hanya angan-angannya saja. Karena dia menyadari keterbatasannya. Untuk menulis proposal saja dirinya tidak tahu. Apalagi kredit UKM. Maka pikiran yang seperti itu ditepisnya agar tidak mempengaruhi untuk berkarya.

Namun tanpa disadari atifitas ekonomis itu, dalam penilaian yang dilakukan oleh tim pemantauan Adipura dari Kementerian Lingkungan Hidup, mendapat nilai point yang cukup memadai, untuk mendongkrak ketertinggal Adipura yang tidak singgah tahun ini di Kota Tanjungpinang, pada tahun ini. (Abdul Haris )

Tidak ada komentar: