2008/11/16

Tikus Jadi Polantas

Malam itu Bapaknya Paijo Uring-uringan, sembari berjalan hilir mudik dari sudut rumah ke sudut lainnya, namun dia tidak berucap apa-apa, hanya saja ujung ekor matanya yang melirik kian kemari. Apa gerangan yang di risaukan Bapak Paijo ?

Sambil mengangkat gulungan kain sarung yang melilit dipinggangnya, setelah penat berjalan kian ke mari, lalu dia menghenyakkan punggungnya ke atas sofa, yang berada di ruang keluarga,

“ bagaimana aku enggak risau, masalahnya sudah beberapa kali dipasang perangkap, kok enggak dapet-dapet juga? “ geramnya

Ternyata upaya dia untuk menangkap tikus tidak berhasil juga, padahal perangkap yang terbuat dari kawat yang ditarik menggunakan pegas, lengkap dengan umpannya kepala ikan asin tidak juga menghasilkan tangkapan, sedangkan perangkap itu sudah dipasang sejak seminggu yang lalu.

Namun yang namanya tikus, yang berjenis memiliki daun telinga itu tidak mau memakan umpan yang dipasang disitu, jangankan menyentuhnya, menciumnya saja tidak mau, apalagi memakan umpan yang dipasang diperangkap itu, tikus yang yang melintasi kamar dan beberapa ruang di sudut rumahnya itu kian marak, bahkan tikus itu sudah beranak pinak.

Anak remaja tikus yang berjenis memiliki daun telinga itu, dikenal memang paling bandel, lasak, dan liar. Bila dikejar dengan cepat berlari masuk ke dalam lobang yang kecil, apa jika. Apalagi kalau tengah malam, biasanya mereka lari kian kemari di atas pelafon rumah, entah apa yang sedang diperebutkan mereka, dan bila tengah malam tiba tikus-tikus itu sedang kejar mengejar, dengan menimbulkan gaduh dan suara yang cukup membuat tidur Bapak Paijo terjaga

Akhirnya pada suatu malam datangnya salah seorang teman Paijo, bernama Blakijo, berusia sepantaran dengan usia Paijo, bertandang ke rumahnya, dan berdiskusi tentang “pertikusan” kesempatan itu dimanfaatkan oleh Bapaknya Paijo mengeluarkan uneg-unegnya, dan bertanya bagaimana menagkap tikus yang lasak, dengan sukses, yang selalu mengganggu tidurnya, kendatipun sudah dipasang perangkap dan dipasang umpan yang enak-enak, tapi tikus itu tidak pernah berhasil ditangkap.

Lalu Blakijo bertanya kepada Bapaknya Paijo

“ Bapak memasang umpan tikus itu dengan menggunakan tangan telanjang ? “ Tanya Blakijo.

“ Iya “ dijawab Bapak Paijo dengan semangat.

“ Itu teori yang salah pak “ sambut Blakijo kembali,

“ Jadi gimana sih yang benarnya ? “ Bapak Paijo makin penasaran.

“ Begini lho pak, usul saya, kalau memasang umpan jangan pake tangan telanjang, tapi harus dibungkus pake pelastik, agar bekas bauk tangan manusia tidak tercium oleh si tikus, kalau sudah kecium, dia pasti enggak mau makan umpannya lagi” beber Blakijo meyakinkan

“ oh,…gitu toh” Bapak Paijo temanggut-manggut.

“ Terus Pak, bambung Blakijo, yang lebih penting lagi, kalau tikus itu, ketangkap jangan buru-buru dibunuh, jangan….. tapi saran saya kepalanya coba di beri cat warna putih, mirip topi yang dipakai oleh Polantas (polisi lalu lintas), terus dilepaskan kembali”

“ Lhoh kok ? Bapak Paijo tambah penasaran. “wong tikusnya udah dapet kok malah dilepas ??? o,… lah… le…le…

“ Bukan begitu pak”, timpal Blakijo lagi, “usaha itu dilakukan agar supaya tikus- tikus yang lain, takut dan pada lari terbirit-birit, kalau melihat salah seorang dari mereka telah diangkat menjadi Polantas, termasuk tikus-tikus yang tidak punya SIM, atau surat-surat kendaraan sudah mati” ………………. (Abdul Haris)

Tidak ada komentar: